Kamis, 07 Juli 2011

WIRID PURBA JATI : MENGENALI JATI DIRI; Neng, Ning, Nung, Nang

MENGENALI JATI DIRI
Hakekat Neng, Ning, Nung, Nang

Siapa sejatinya diri kita sebagai manusia ? Pertanyaan ini sederhana, dapat dikemukakan jawaban paling sederhana, maupun jawaban yg lebih rumit dan rinci. Jawaban masing-masing orang tidak bisa diukur secara benar-salah. Cara menjawab siapa diri manusia hanya akan mencerminkan tingkat pemahaman seseorang terhadap kesejatian Tuhan. Hal ini sangat dipermaklumkan karena berkenaan dengan eksistensi Tuhan sendiri yg begitu penuh dengan misteri besar. Upaya manusia mengenali Sang Pencipta, ibarat jarum yg menyusup ke dalam samudra dunia. Yang hanya mengerti atas apa yg bersentuhan dengannya. Itupun belum tentu benar dan tepat dalam mendefinisikan. Tuhan memang lebih dari Maha Besar. Sedangkan manusia hanya selembut molekul garam. Begitulah jika diperbandingkan antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Namun begitu kiranya lebih baik mengerti dan memahamiNya sekalipun hanya sedikit dan kurang berarti, ketimbang tidak samasekali.

Secara garis besar dalam diri manusia memiliki dua unsur antitas yg sangat berbeda. Dalam pandangan ektsrim dikatakan dua unsur pembentuk manusia saling bertentangan satu sama lainnya. Tetapi kedua unsur tidak dapat di pisahkan, karena keduanya sebagai satu kesatuan yg tak terpisahkan. Terpisahnya di antara kedua unsur pembentuk manusia akan merubah eksistensi ke-manusia-an itu sendiri. Yakni di satu sisi terjadi kerusakan/pembusukan dan di sisi lain keabadian. Umpama batu-baterei yg memiliki dua dimensi berbeda yakni fisiknya dan energinya. Kedua dimensi itu menyatu menjadi eksistensi batu-baterei berikut fungsinya. Dua unsur dalam manusia yakni; immaterial dan material, metafisik dan fisik, roh dan jasad, rohani dan jasmani, unsur TUHAN dan unsur BUMI (unsur gaib dan unsur wadag). Marilah kita urai satu persatu kedua unsur pembentuk sksistensi manusia tersebut.

UNSUR BUMI

Jasad manusia wujudnya disusun berdasarkan unsur-unsur material bumi (air, tanah, udara, api). Unsur air dan tanah dalam tubuh terurai secara alami melalui proses ilmiah ( rumus ilmu pengetahuan manusia) dan rumus alamiah (yg sudah berproses melalui rumus-rumus buatan Tuhan). Unsur tanah dan air yg sudah berproses akan berubah bentuk dan wujudnya sebagai bahan baku utama jasad yg terdiri dari empat unsur yakni ; daging, tulang, sungsum dan darah. Sedangkan unsur udara akan berproses menjadi kegiatan bernafas, lalu berubah menjadi molekul oksigen dalam darah dan sel-sel tubuh. Unsur api akan menjadi alat pembakaran dalam proses produksi jasad, tenaga, energi magnetis, dan semua energi yg terlibat dalam memproses atau mengolah unsur tanah dan air menjadi bahan baku jasad.

Jasad WADAG menurut istilah barat sebagai body atau corpus, merupakan wadah atau bungkus unsur Tuhan dalam diri manusia. Unsur wadah tidak bersifat langgeng (baqa'), sebab unsur wadah terdiri dari bahan baku bumi, maka ia terkena rumus mengalami kerusakan sebagaimana rumus bumi.

UNSUR TUHAN

Sebaliknya, unsur Tuhan bersifat kekal abadi tidak terjadi rumus kerusakan. Unsur Tuhan (Zat Tuhan) dalam tubuh manusia diwakili oleh metafisik manusia yakni unsur roh (spirit atau spiritus). Roh merupakan derivasi unsur Tuhan yg paling akhir dan paling erat dengan bahan baku metafisik manusia. Dan spirit diartikan sebagai roh, ruh atau sukma. Roh bersifat suci (roh kudus / ruhul kuddus), tidak tercemar oleh "polusi" dan kelemahan-kelemahan duniawi. Karakter roh adlh berkiblat atau berorientasi kepada martabat kesucian Tuhan. Arti kata roh sangat berbeda dengan entitas jiwa (soul), hawa atau nafas (nafs), animus atau anemos (Yunani), dalam bahasa Jawa apa yg lazim disebut nyawa. Sekalipun berbeda istilah, tetapi memiliki makna yg nyaris sama.

PERTEMUAN UNSUR BUMI DAN UNSUR TUHAN

Dalam tubuh manusia terdiri atas dua unsur besar yakni unsur bumi dan unsur Tuhan. Di antara kedua unsur tersebut terdapat "bahan penyambung", dalam literatur barat disebut soul atau jiwa (yg ini terasa kurang pas), Islam; nafs, Yunani; anemos, dan dalam bahasa Indonesia; hawa, Jawa; nyawa (badan alus). Hawa, jiwa, anemos, soul, atau nyawa merupakan satu entitas yg kira-kira tidak berbeda maknanya, berfungsi sebagai media persentuhan atau "lem perekat" antara roh (spirit) dengan jasad (body/corpus). Hawa, nafs, anemos, soul, jiwa, nyawa bermakna sesuatu yg hidup (bernafas) yg ditiupkan ke dalam corpus (wadah atau bungkus).

Dalam khasanah hermeneutika dan bahasa yg ada di nusantara tampak simpang siur dan tumpang tindih dalam memakai jiwa, sukma, roh, dan nyawa. Ini sekaligus membuktikan bahwa memahami unsur Tuhan dalam diri manusia memang tidak sederhana dan semudah yg disebutkan. Karena obyeknya bersifat gaib, bukan obyek material. Cara pandang dan penafsiran dari sisi yg berbeda-beda, menimbulkan konsekuensi beragamnya makna yg kadang justru saling kontradiktif. Dengan alasan tersebut akan saya paparkan lebih jelas pemetaan tentang jiwa atau hawa dari sudut pandang budi-daya yg diperoleh melalui berbagai pengalaman obyek metafisika, dan intuisi, agar lebih netral dan mudah dipahami oleh siapa saja tanpa membedakan latar belakang agama. Dengan asumsi tersebut diperlukan perspektif yg sederhana namun mudah dipahami. Kami akan memaparkan melalui perspektif Javanism atau kejawen, dengan cara penulisan yg sederhana dan "membumi".

HUBUNGAN UNSUR TUHAN DENGAN UNSUR BUMI DALAM LAKU PRIHATIN

Setiap bayi lahir memiliki tingkat kesucian yg dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih. Kesucian berada dalam wahana nafs atau hawa yg masih belum tercemar oleh "polusi" keduniawian. Hawa/nyawa/nafs diuji bolak-balik di antara dua kutub; yakni kutub jasmaniah yg berpusat di jasad (corpus) dan kutub ruhaniyah yg berpusat pada roh (spirit). Unsur roh bersifat suci dan tidak tersentuh oleh kelemahan-kelemahan material duniawi (dosa). Roh suci sebagai "utusan" Tuhan dalam diri manusia yg dapat membawa ketetapan/pedoman hidup. Sehingga roh dapat berperan sebagai obor yg memancarkan cahaya (spektrum) kebenaran dari Tuhan. Dalam perspektif Jawa roh suci (utusan Tuhan) tidak lain adlh apa yg disebut sebagai Guru Sejati. Guru Sejati tampil sebagai juru nasehat untuk hawa, jiwa atau nafs.

HAWA NAFSU ; IBARAT SATU KEPING MATA UANG

Hawa (nafs) atau jiwa yg tunduk kepada roh suci (guru sejati) akan menghasilkan hawa (nafs) yg disebut nafsu positif - meminjam istilah Arab - sebagai an-nafs al muthmainah. Sebaliknya jiwa atau hawa yg tunduk pada keinginan jasad disebut sebagai nafsu negatif. Nafsu negatif terdiri tiga macam; nafsu LAUWAMAH (kepuasan biologis; makan, minum, tidur dst), nafsu AMARAH (amarah/angkara murka), dan nafsu SUFIYAH (mengejar kenikmatan psikis; contohnya seks, sombong, narsism, gemar dipuji-puji). Hawa memiliki dua kutub nafsu yg bertentangan ibarat satu keping mata uang yg memiliki dua sisi. Akan tetapi kedua sisi tidak dapat dipisahkan atau dilihat secara berbarengan. Apabila kita ingin menampilkan gambar angka, maka letakkan nilai nominal di sisi atas, sebaliknya jika kita berkehendak melihat gambar burung kita letakkan gambar angka di bawah. Apabila seseorang mengaku bisa melihat kedua sisi satu keping mata uang dalam waktu yg sama, maka seseorang dikatakan berjiwa munafik alias kehidupan yg palsu hanya berdasarkan pengakuan bohong.

MANUSIA BEBAS MEMILIH

Pada setiap bayi lahir, Tuhan telah menciptakan hawa dalam keadaan putih/suci. Manusia memiliki kebebasan menentukan apakah hawa nafsunya akan berkiblat kepada kesucian yg bersumber pada roh suci (ruhul kuddus), atau sebaliknya ingin berkiblat kepada kemungkaran jasad/raga (unsur duniawi). Apabila seseorang berkiblat pada kemungkaran akan menjadi seteru Tuhan dan memiliki konsekuensi (dosa/karma/hukuman) yg akan dirasakan kelak setelah menemui ajal (akhirat), bisa juga dirasakan sewaktu masih hidup di dunia. Maka peranan semua agama yg ada di muka bumi adlh pendidikan yg ditujukan kepada hawa/nafs/jiwa manusia agar selalu berkiblat kepada rumus Tuhan atau "qodratullah". Sumber dari ilmu dan "rumus Tuhan" (qodratullah) bisa kita temukan dalam "perpustakaan" atau gudang ilmu yg terdekat dengan diri kita, yakni roh suci (Ruhul Kuddus/Guru-Sejati/Sukma-Sejati/Rahsa-Sejati).

Kadang kala Tuhan Maha Pemurah menganugerahkan seseorang untk mendapat "bocoran soal" akan rahasia "ilmu Tuhan" melalui pintu hati (qalb) yg di sinari oleh "cahya sejati" (nurullah). Yang lazim disebut sebagai ungkapan dari (hati) nurani. Petunjuk dari Tuhan ini di artikan sebagai wirayat, wahyu, risalah, sasmita gaib, ilham, wisik dan sebagainya.
LAKU PRIHATIN ADALAH JIHAD SEJATI

"Penundukan" roh terhadap hawa nafsu negatif adlh penundukkan terhadap segala yg berhubungan dengan material (syahwat) atau kenikmatan ragawi. Dengan kata lain yakni penundukan unsur "Tuhan" terhadap unsur bumi. Dalam ilmu Jawa dikatakan sebagai jiwa yg tunduk pada "kareping rahsa" / rasa sejati (kehendak Guru Sejati/kehendak Tuhan), serta meredam "rahsaning karep" (kemauan hawa nafsu negatif). Segenap upaya yg mendukung proses "penundukan" unsur Tuhan terhadap unsur bumi dalam khasanah Jawa disebut sebagai "laku prihatin". Dengan "laku prihatin", seseorang berharap jiwanya tidak dikendalikan oleh keinginan jasad. Maka di dalam khasanah spiritual Kejawen, laku prihatin merupakan syarat utama yg harus dilakukan seseorang menggapai tingkatan spiritualitas sejati. Seperti ditegaskan dalam serat Wedhatama (Jawa; Wredhotomo) karya KGPAA Mangkunegoro IV; bahwa ngelmu iku kalakone kanthi laku. Laku prihatin dalam istilah Arab sebagai aqabah, yakni jalan terjal mendaki dan sulit, karena seseorang yg menjalani laku prihatin harus membebaskan diri dari perbudakan syahwat dan hawa nafsu yg negatif. Dimana ia sebagai sumber kenikmatan keduniawian. Maka apa yg disebut sebagai Jihad yg sesungguhnya adlh perang tanding di dalam kalbu antara nafsu positif melawan nafsu negatif. Disebut kemenangan dalam berjihad apabila seseorang telah berhasil "meledakkan bom" di pusat keuasaan setan (hawa nafsu negatif) dalam diri kita. "Bahan peledaknya" bernama laku prihatin dan olah batin (wara' dan amr ma'ruf nahi munkar).

TARGET UTAMA DALAM "BERJIHAD" (LAKU PRIHATIN)

Perjalanan spiritual dalam bentuk laku prihatin, mempunyai target membentuk hawa nafsu positif atau nafsu muthmainnah. Karena si nafs atau hawa tersebut telah stabil dalam koridor rumus Tuhan (qodrat atau qudrah diri) atau dalam bahasa sansekerta lazimnya disebut sebagai "swadharma". Roh yg berada pada tataran pencapaian ini, dalam bahasa Ibrani, ruh disebut sebagai "syekinah" yg diturunkan ke dalam kalbu dan berhasil merebut (amr) kebaikan (ma'ruf). Jika hawa tidak berdaya karena kuatnya arus nafsu negatif yg dimasukkan jasad lewat pintu panca indera, maka kepribadian manusia dikuasai oleh "milisi" kekuatan batin yg oleh Freud diberi nama ego. Ego cenderung berkiblat pada jasad (duniawi). Maka sudah menjadi tugas hawa (I'd) untuk membangkang dari keinginan ego agar supaya membelot kepada kekuatan hawa positif (super ego). Hasilnya maka manusia dapat dikendalikan sesuai dengan kodrat dirinya sebagai khalifah Tuhan. Jadilah manusia yg tetap berada pada orbitNya (qodrat/rumus Tuhan), yakni apa yg dimaksud menjadi titah jalma menungsa kang sejati, yaiku nggayuh kasampurnaning gesang, (untk meraih) sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu.

Sangat terasa bahwa Tuhan sungguh lebih dari Maha Adil, setiap manusia tanpa kecuali dapat menemukan Tuhan melalui pintu nafs, jiwa, atau hawanya masing-masing, karena Tuhan telah membekali jiwa manusia akan kemampuan menangkap sinyal-sinyal suci dari Hyang Mahasuci. Sinyal suci yg diletakkan di dalam rahsa sejati (sirullah) dan roh sejati (ruhullah). Sudah merupakan rumus (Tuhan), apabila seseorang dapat meraih dharma-nya atau kodrat-dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka kehidupannya akan selalu menemui kemudahan. Sebaliknya hawa nafsu negatif (setan) senantiasa menggoda hawa/nafs manusia agar supaya hawanya berkiblat kepada unsur bumi.

MENJADI PRIBADI YANG MENANG

Sepanjang hidup manusia selalu berada di dalam arena peperangan "Baratayudha/Brontoyudho" (jihad) antara kekuatan nafsu positif (Pendawa Lima) melawan nafsu negatif(100 pasukan Kurawa). Perang berlangsung di medan perang yg bernama "Padang Kurusetra" (Kalbu). Peperangan yg paling berat dan merupakan sejatinya perang (jihad fi sabilillah) atau perang di jalan kebenaran.

Kemenangan Pendawa Lima diraih tidak mudah. Dan sekalipun kalah pasukan Kurawa 100 selamanya sulit dibrantas tuntas hingga musnah. Maknanya sekalipun hawa nafsu positif telah diraih, artinya hawa negatif (setan) akan selalu mengincar kapan saja si hawa lengah. Kejawen mengajarkan berbagai macam cara untk memenangkan peperangan besar tersebut. Di antaranya dengan laku prihatin untk meraih kemenangan melalui empat tahapan yg harus dilaksanakan secara tuntas. Empat tahapan tersebut dikiaskan ke dalam nada suara salah instrumen Gamelan Jawa yg dinamakan Kempul atau Kenang dan Bonang yg menimbulkan bunyi; Neng, Ning, Nung, Nang.

1. Neng; artinya jumeneng, berdiri, sadar atau bangun untk melakukan tirakat, semedi, maladihening, atau mesu budi. Konsentrasi untk membangkitkan kesadaran batin, serta mematikan kesadaran jasad sebagai upaya menangkap dan menyelaraskan diri dalam frekuensi gelombang Tuhan.
2. Ning; artinya dalam jumeneng kita mengheningkan daya cipta (akal-budi) agar menyambung dengan daya rasa-sejati yg menjadi sumber cahaya nan suci. Tersambungnya antara cipta dengan rahsa akan membangun keadaan wening. Dalam keadaan "mati raga" kita menciptakan keadaan batin (hawa/jiwa/nafs) yg hening, khusuk, bagai di alam "awang-uwung" namun jiwa tetap terjaga dalam kesadaran batiniah. Sehingga kita dapat menangkap sinyal gaib dari sukma sejati.
3. Nung; artinya kesinungan. Bagi siapapun yg melakukan Neng, lalu berhasil menciptakan Ning, maka akan kesinungan (terpilih dan pinilih) untk mendapatkan anugrah agung dari Tuhan Yang Mahasuci. Dalam Nung yg sejati, akan datang cahaya Hyang Mahasuci melalui rahsa lalu ditangkap roh atau sukma sejati, diteruskan kepada jiwa, untk diolah oleh jasad yg suci menjadi manifestasi perilaku utama (lakutama). Perilakunya selalu konstruktif dan hidupnya selalu bermanfaat untk orang banyak.
4. Nang; artinya menang; yg terpilih dan pinilih (kesinungan), akan selalu terjaga amal perbuatan baiknya. Sehingga amal perbuatan baik yg tak terhitung lagi akan menjadi benteng untk diri sendiri. Ini merupakan buah kemenangan dalam laku prihatin. Kemenangan yg berupa anugrah, kenikmatan, dalam segala bentuknya serta meraih kehidupan sejati, kehidupan yg dapat memberi manfaat (rahmat) untk seluruh makhluk serta alam semesta. Seseorang akan meraih kehidupan sejati, selalu kecukupan, tentram lahir batin, tak bisa dicelakai orang lain, serta selalu menemukan keberuntungan dalam hidup (meraih ngelmu beja).

Neng adlh syariatnya, Ning adlh tarekatnya, Nung adlh hakekatnya, Nang adlh makrifatnya. Ujung dari empat tahap tersebut adlh kodrat (sastrajendra hayuning Rat pangruwating diyu).

Minggu, 03 Juli 2011

SEDULUR PAPAT LIMO PANCER

EMPAT PENDEKAR GAIB SUNAN KALIJAGA

Siang dan malam keempat pendekar gaib ini setia menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke tempat yg aman. Saudara penjaga gaib ini bukan jin bukan pula gendruwo.

Semakin lama belajar ajaran-ajaran leluhur jawa, kita akan semakin terkagum-kagum pada para nenek moyang. Ilmu yg mereka ajarkan tidak bertentangan dengan agama, bahkan sesuai dan memperkaya pemahaman agama yg kita anut.

Sayangnya banyak yg masih memandang sebelah mata ajaran para leluhur Jawa ini. Bahkan ada yg menuduhnya sebagai syirik, khurofal dan takhayul. Para penuduh ini mungkin lupa, bahwa ajaran Jawa di sampaikan secara sederhana agar mudah di pahami orang Jawa. Memang, para leluhur kita kadang tidak fasih melafalkan kata-kata Arab. Para leluhur ini juga orang yg masih gagap iptek. Namun, jangan salah sangka dulu.

Dari segi kebijaksanaan, ngelmu batin dan olah rasa para nenek moyang kita dulu bisa di andalkan. Mereka adlh para waskita yg mampu membangun candi Borobudur, Prambanan dan mampu membuat sebuah bangunan dengan ketepatan geometris dan geologis.

Saat agama Islam masuk ke nusantara, sementara di Jawa saat itu sudah berkembang agama Hindu, Budha dan berbagai kepercayaan animisme, dinamisme, politeisme. Islam melebur secara pelan dan damai, berasimilasi serta berosmosis tanpa pertumpahan darah. Islam agama damai dan tidak memaksa. Orang Jawa bersifat pasrah, sumeleh, sumarah, ikhlas dan mengandalkan rasa pangrasa. Jadi ? Klop sudah ?

Bagi orang Jawa, masuknya Agama Islam yg kaya dengan aspek kebatinan (tasawuf) sangatlah tepat. Orang Jawa pun tidak kebingungan dengan ajaran-ajaran mistik yg ada di dalamnya. Namun orang Jawa berhasil menyederhanakan ajaran-ajaran mistik ini dengan terminologi dan kalimat-kalimat sederhana dan mudah di mengerti.

Salah satu ajaran Kejawen yg membahas tentang adanya malaikat pendamping hidup manusia adlh SEDULUR PAPAT LIMO PANCER. Pancer adlh tonggak hidup manusia yaitu dirinya sendiri. Diri kita di kelilingi oleh empat makhluk gaib yg tidak kasat mata (metafisik). Mereka adlh saudara yg setia menemani hidup kita. Mulai dilahirkan di dunia hingga kita nanti meninggal dunia menuju alam barzakh (alam kelanggengan).

Sebelum hadirnya agama Islam, orang Jawa tidak memahami konsep malaikat. Maka mereka menyebut malaikat penjaga manusia dengan sedulur papat. Konsep "sedulur papat" ini oleh orang Jawa di tamsilkan melalui sebuah pengamatan/niteni.

Mulai saat janin tumbuh di perut ibu, janin di lindungi di dalam rahim oleh ketuban. Selanjutnya adlh ari-ari, darah dan pusar. Itulah saudara manusia sejak awal dia hidup dan selanjutnya "empat saudara" ini kemudian di kubur. Namun orang Jawa percaya bahwa "empat saudara" ini tetap menemani diri manusia hingga ke liang lahat.

Karena air ketuban adlh yg pertama kali keluar saat ibu melahirkan, orang Jawa menyebutnya SAUDARA TUA. Saudara ini melindungi jasad fisik dari bahaya. Maka ia adlh SANG PELINDUNG FISIK.

Selanjutnya yg lebih MUDA adlh ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin dalam rahim. Ia melingkupi tindakan janin dalam rahim yg kemudian mengantarkan kita ke tujuan. Maka ia adlh SANG PENGANTAR.

Saudara kita selanjutnya adlh DARAH. Darah ini membantu janin kecil untk tumbuh berkembang menjadi bayi lengkap. Darah adlh SARANA DAN WAHANA IRADAT-NYA pada manusia. Darah bisa di sebut nyawa bagi janin. Maka, darah di sebut dengan PEMBANTU SETIA MANUSIA MENEMUKAN JATI DIRINYA SEBAGAI HAMBA TUHAN, CERMIN TUHAN (Imago Dei).

Saudara gaib kita terakhir adlh pusar. Menurut pemahaman kejawen, pusar adlh NABI. Pusar secara biologis adlh tali yg menghubungkan perut bayi dalam rahim dan ari-ari. Pusar mendistribusikan makanan yg di konsumsi ibu ke bayi. Pusar dengan demikian MENDISTRIBUSIKAN WAHYU "IBU" MANUSIA yaitu Gusti Allah SWT kepada diri kita.

Keempat saudara gaib ini sesungguhnya adlh EMPAT MALAIKAT PENJAGA manusia. Yang berada di kanan - kiri, depan - belakan kita.

Maka, tidak salah bila anda menyapa dan bersahabat akrab dengan mereka. Secara gaib, Tuhan memberikan pengajaran tidak langsung kepada hati kita. Namun melalui mereka pengajaran itu di sampaikan.

Keempat penjaga (malaikat) itu adlh :

JIBRIL (Penerus Informasi Tuhan untk kita)
IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untk kita)
MIKAIL (Pembagi Rezeki untk kita) dan
IZRAIL (Penunggu berakhirnya nyawa untk kita)

Keempat malaikat itu oleh orang Jawa di anggap sebagai SEDULUR karib hidup manusia. Bila kita paham bahwa perjalanan hidup untk bertemu dengan Tuhan hakikatnya adlh perjalanan menuju "ke dalam" bukan "keluar". Perjalanan menembus langit ke tujuh hakikatnya adlh perjalanan "diri palsu" menuju "diri sejati" dan menemukan SANG AKU SEJATI, YAITU DIRI PRIBADI / TUHAN.

Untk menemukan SANG AKU SEJATI (limo pancer) itulah kita di temani oleh EMPAT SAUDARA GAIB / MALAIKAT PENUNGGU (sedulur papat).
Lantas di mana mereka sekarang ?
Mereka sekarang sedang mengawasi anda.
Berdzikir mengagungkan asma-Nya. Kita bisa menjadikan mereka sedulur paling akrab bila paham bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka. Caranya ? Pejamkan mata, matikan seluruh aktifitas listrik di otak kiri dan kanan dan hidupkan sang AKU SEJATI yg ada di dalam diri anda. Ya, hanya diri sendirilah yg mampu untk berkomunikasi dengan para sedulur gaib nan setia ini.

Bagaimana tidak setia, bila kemanapun kita berada di situ keempatnya berada. Bila kita berjalan, mereka terbang. Bila jasad kita tidur, mereka akan tetap melek ngobrol dengan ruh kita. Maka, saat bangun tidur di siang hari pikiran kita akan merasa fresh sebab ruh kita akan kembali menjejerkan diri kita dengan iradat-Nya. Sayang, saat waktu beranjak siang polusi nafsu/ego lebih dominan sehingga kebeningan akal pikiran semakin tenggelam.

Bagaimana agar hidup kita selalu ingat oleh kehadiran sedulur papat ini yg setia menjaga kita ?
Sunan Kalijaga memiliki kidung bagus :

Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah

Ponang getih ing rahino wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang

(Ada nyanyian tentang saudara kita yg merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yg di cipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.

Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya sebagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini).

Sabtu, 02 Juli 2011

Tunggal Rasa Kawula Gusti

"Sajatine Ingsun Dat kang amurba amisesa,
Kang kuwasa anitahake sawiji-wiji,
Dadi padha sanalika,
Sampurna saka ing kodrating-Sun,
Ing kono wus kanyatahan pratandhaning apngaling-Sun,
Minangka bubukaning iradating-Sun,
Kang dhingin Ingsun anitahake kayu,
Aran sajaratul yakin,
Tumuwuh ing sajroning ngalam ngadam - makdum ajali abadi,
Nuli cahya aran Nur Muhammad,
Nuli kaca aran miratul kayai,
Nuli nyawa aran roh ilapi,
Nuli dammar aran kandil,
Nuli sosotya aran darrah,
Nuli dhinding jalal aran kijab,
Kang minangka warananing kalarating - Sun"

(Sesungguhnya Aku Dzat Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa,
Yang berkuasa menciptakan sesuatu,
Terjadi dalam seketika,
Sempurna lantaran kodratku,
Sebagai pertanda perbuatan-Ku,
Merupakan kenyataan kehendak-Ku,
Mula-mula Aku menciptakan hayyu,
Bernama sajaratul yakin,
Tumbuh dalam alam makdum yang azali abadi,
Setelah itu cahaya bernama Nur Muhammad,
Kemudian kaca bernama miratul kayai,
Selanjutnya nyawa bernama roh ilapi,
Lampu bernama kandil,
Lalu permata bernama dharrah,
Kemudian dinding jalal bernama hijab,
Yang menjadi penutup kehadirat-Ku).

Dalam Serat Wirid Hidayat Jati karya Rangga Warsita tersebut, termuat urutan kejadian Dzat dan Sifat dan Af'al (perbuatan) Tuhan. Yang di maksud dengan AKU atau INGSUN dalam serat itu tidak lain adlh diri Dzat yg Mutlak. AKU sang Diri Sejati itu mulanya "tersembunyi" atau dumunung di Nukat Ghaib. Nukat artinya Wiji sedangkan Ghaib artinya samar. AKU atau INGSUN kemudian berniat menyatakan diri sebagai PENCIPTA SEGALA SESUATU.

"Niat Ingsun...." Begitu doa orang Jawa biasa di ucapkan adlh meniru apa yg di sampaikan Tuhan untk memulai proses-proses penciptaan. Akhirnya di mulailah ketujuh pangkat penjelmaan Dzat (tujuh martabat) yg di simbolisasikan ke dalam khasanah Jawa dengan Pohon Dunia, Cahaya, Cermin, Wajawa (Roh Idhafi), Dian (Kandil), Permata (Dharrah), Dinding jalal (penjelmaan insan kamil).

Keberadaan Dzat Tuhan itu ibarat CERMIN YANG AMAT JERNIH atau KACAWIRANGI. Yaitu DIRI yg di liputi kekosongan yg berisi TYAS CIPTA HENING. Cermin itu tidak ada bandingannya, tidak punya rupa, warna, kosong tidak ada apa-apanya. Namun adlh kesalahan bahwa kekosongan Dzat Tuhan adlh TIDAK ADA, sebab CERMIN itu TETAP ADA.

Ki Soedjonoredjo penulis buku Wewadining Rasa mengatakan kesalahan anggapan bahwa TUHAN ITU TIDAK ADA, sebagai berikut :
"Mbok menawa ana sawenehing manungso kang kliru ora percaya marang anane kang murbeng alam. Dadi ananing dhirine lan anane kang gumelar gumandhul karang kabeh, kaanggep gumandul marang suwung kang mangkono iku umpamakna nganggep suwung marang warna rupaning kaca benggela, sateman kaca benggela dipadhakake karo kothongan kang pancen suwung babar pisan. Apa iku bener ?"

Wujud cermin sejati atau kacawirangi adlh "wangwung", tidak ada apa-apa. Pantas bila orang lalu menganggapnya tidak ada sebab cermin itu terlihat begitu jernih, seperti tidak adanya rupa apapun. Tapi cermin itu tetap ada. CERMIN SEJATI ITU SATU TAPI TIDAK TERHINGGA JENIS DAN BILANGANNYA.

Orang yg hubungan MIKROKOSMOS dan MAKROKOSMOS nya masih kacau cenderung menganggap cermin itu tidak ada. Padahal, Hakikat Cermin adlh daya tunggal getar kodrat yg harmonis. Semua yg tunggal daya juga tunggal rasa. Misalnya daya tunggal yg disebut penglihatan, itu tidak sama dengan pendengaran. Daya tunggal - daya tunggal yg tiada batas jenis dan bilangannya itu di bingkai oleh keadaan sejati.

Di dalam buku Dewa Ruci (Yasadipura) terdapat inti ajaran mengenai "cermin" tersebut di atas sebagai berikut : "Badan njaba wujud kita iki, badan njero mungguwing jroing kaca, ananging dudu pangilon, pangilon jroning kalbu yeku wujud kita pribadi, cumithak jro panyipta, ngeremken pandudu, luwih gedhe barkahira, lamun janma wus gambuh ing badan batin, sasat srisa bathara."

Kisah Dewaruci ini adlh inti Sangkan Paraning Dumadi, sekaligus sebagai pengungkapan ajaran Kawulo Gusti sampai kepada jarak yg sedekat-dekatnya yg di kenal sebagai PAMORING KAWULO GUSTI atau JUMBUHING KAWULO GUSTI. Ajaran tentang sangkan paraning dumadi yg di laksanakan sebagai pedoman hidup praktis sehari-hari, sebagaimana yg terungkap dalam buku Jati Murti itu merupakan ajaran yg mudah di pahami. Sisi praktisnya terungkap dalam pernyataan yg sering di sampaikan oleh Ki Damardjati Supadjar.

"Ora perlu kabotan tresno marang daden-daden, tresnaa marang sing dadi. Nanging aja gething marang daden-daden, sebab ing kono ana sing dadi."

Pernyataan ini, kata Ki Damardjati menjelaskan hubungan antara KEJADIAN dan YANG MENJADIKAN, atau YANG DIRASA dengan YANG MERASA. Yang menghubungkan keduanya adlh RASA. Alam semesta ini adlh yg di rasakan, bukan rasa atau yg merasakan. Jadi, kenyataan sejati itu bukan yg dirasakan atau bukan yg dipergunakan untk merasa, melainkan yg merasa. Yang di rasa disebut MAKROKOSMOS, yg dipakai merasa di sebut MIKROKOSMOS. Yang merasa disebut KENYATAAN SEJATI.

Di dalam hubungan ini, ada 3 kemungkinan pengalaman yaitu LUPA, INGAT dan INGATAN SEMPURNA. Lupa : larut ke yg dirasakan, tidak memperhatikan rasanya, apalagi yg merasa. Ingat : waspada tentang rasa, tidak larut ke yg dirasakan. Ingatan Sempurna : waspada terhadap yg merasa, tidak larut kerasanya apalagi yg dirasakan.

Dalam falsafat ketuhanan jawa, hubungan manusia dan Tuhan (Kawulo - Gusti) memiliki makna sangat mendalam. Manusia harus merasakan benar-benar bahwa dirinya adlh hamba-Nya atau KUMAWALA yg artinya dirinya merupakan cermin yg sejati, sehingga Tuhan dan bayangan-Nya sungguh-sungguh tidak terhalang oleh kotoran sedikitpun. Hal ini di tandai oleh koreksi terus menerus atas diri "aku" manusia sehingga mencapai kualitas PRAMANA.

Di ungkapkan oleh Ki Damardjati, ketika rasa perasaan belum jernih, adlh rasa perasaan itu yg di anggap PRIBADI oleh si rasa perasaan. Artinya si rasa perasaan mengaku aku supaya di anggap : AKU. Jadi rasa perasaan menusia itu ternyata memang tidak bisa melihat yg meliputinya. Jadi dalam perbuatan MERASA, bahkan menghalang-halangi. Karenanya dapatnya manusia melihat terhadap yg meliputinya, tidak ada jalan lain kecuali TIDAK dengan MERASA, yaitu RASA PERASAAN KEMBALI KEPADA YANG MELIPUTI (Pribadi/Rasa Sejati). Apabila sudah tidak terhalang daya rasa perasaan, maka hanya PRIBADI yg ADA, disitulah baru mengetahui terhadap DIA, yaitu yg MEMILIKI RASA PERASAAN, bukan RASA PERASAAN YANG DI PUNYAI.

Sultan Agung menerangkan perbedaan antara Kawula Gusti dengan perantaraan 16 terminologi yg memperjelas hubungan antara Gusti (YANG DI SEMBAH) dan Kawulo (YANG MENYEMBAH) sebagai berikut : Dzat sifat, Rasa-pangrasa, Cipta-ripta, yang di sembah - yang menyembah, Kodrat - iradat, Qadim - baru, Sastra - gendhing, Yang bercermin - bayangannya, Suara - gema, Lautan - ikan, Pradangga - gendhingnya, Papan Tulis - tulisannya, Manikmaya - Hyang Guru, Dalang - wayang, Busur - anak panah, Wisnu - Kresna.

Dalam konteks pencapaian pribadi manusia tertinggi atau "pamungkasing dumadi" atau "sampurnaning patrap" adlh LULUHING DIRI PRIBADI, LULUHING RAOS AKU. Itulah pamungkasing dumadi, di situ lenyap tabir kenyataan yg sebenarnya.

Manusia yg sempurna dengan demikian adlh manusia yg luluhnya "aku" yg "di engkaukan" (krodomongso) di gantikan dengan "aku" yg tidak mungkin di engkaukan (dudu kowe).

Hubungan antara Kawulo - Gusti ini, akan di tutup dengan pernyataan Ranggawarsita :
"Sakamantyan denira angudi,
Widadaning ingkang saniskara,
Karana tan kena mleset,
Surasaning kang ngelmu,
Nora kena mada yeng jangji,
Jangjine mung sapisan,
Purihen den kumpul,
Gusti kalawan kawula,
Supadine dinadak bisa umanjing,
Satu munggwing rimbagan"

(Upaya untk mencapai pemahaman haruslah terus menerus sepanjang hidup, agar tercapai keselamatan lahir - batin, yaitu KESESUAIAN HUKUM TUHAN sebagai suatu janji, bahwa MANUSIA ITU WUJUD PERTEMUAN KAWULA GUSTI, artinya WAKIL TUHAN, sedemikian rupa seperti cincin permata).

Sebagai Wakil Tuhan di alam semesta, manusia telah di beri berbagai perangkat lunak sehingga dia bisa berhubungan secara langsung dan berkomunikasi dengan Tuhan sebagai GURU PALING SEJATI MANUSIA. Dalam Wirid Hidayat Jati di paparkan ada tujuh unsur pokok penyusun diri manusia itu :

1. Hayyu (hidup) : di sebut ATMA,
Terletak di luar Dzat.
2. Nur (cahaya) : di sebut PRANAWA,
Terletak di luar Hayyu.
3. Sir (Rahsa) : di sebut PRAMANA,
Terletak di luar Nur.
4. Roh (Nyawa) : di sebut Suksma,
Terletak di luar Rahsa.
5. Nafs (Angkara) : letaknya di luar suksma.
6. Akal (budi) : letaknya di luar nafsu.
7. Jasad (badan) : letaknya di luar budi.

Keterangan : Ada keterpaduan antara unsur di atas yaitu :
- Suksma Wahya : patemoning jasad lan napas.
- Suksma dyatmika : patemoning napas lan budi.
- Suksma lana : patemoning budi lan napsu.
- Suksma mulya : patemoning napsu lan nyawa.
- Suksma sajati : patemoning nyawa lan rahsa.
- Suksma wasesa : patemoning rahsa lan cahya.
- Suksma kawekas : patemoning cahya lan urip.

Penutup :
Terdapat kesulitan memahami hakekat hubungan antara Kawulo-Gusti dalam jagad filsafat ketuhanan Jawa bila kita hanya membaca dengan kemampuan akal budi. Dalam ajaran Jawa, kita di ajari untk melakukan praktik mistik dengan kepercayaan yg benar-benar penuh sehingga terwujud harmoni dan kesatuan dengan tujuan kosmos. Ini akan membuahkan kondisi-kondisi fisik dan metafisik yg bermanfaat bagi kita semua. Tuhan bersemayam di unsur terdalam pada diri manusia sehingga "kenalilah diri sendiri, maka kau akan mengenal Tuhanmu."

Jumat, 01 Juli 2011

Kesaksian Dalam Diam

"Jangan bertanya, jangan memuja nabi dan wali-wali, jangan mengaku Tuhan, jangan mengira tidak ada padahal ada. Sebaiknya diam, jangan sampai di goncang oleh kebingungan.

Kenapa kita disarankan oleh Sunan Bonang untk diam khususnya saat membicarakan soal-soal makrifatullah sebagaimana yg tertera dalam suluk Jebeng ? Sebab, dari pada sesat karena bila belum mengalami sendiri keadaan makrifat, maka yg biasa terjadi adlh saling beradu argumentasi untk nggolek benere dhewe, nggolek menange dhewe padahal kasunyatannya tidak seperti yg di gambarkan masing-masing orang....

Maka, kita diminta untk diam dan suatu saat semoga kita mampu untk menyaksikan sendiri dan membuat kesaksian terhadap eksistensi-Nya yang maha tidak terhingga atau di istilahkan oleh Sunan Bonang sebagai SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini adlh pemberian Tuhan kepada seseorang yg diistimewakannya sehingga ia mampu menyaksikan dirinya bersatu dengan kehendak Tuhan. Marilah kita mencebur lebih dalam hal ini....

Agama dari langit sudah sangat lengkap memadukan aspek lahiriah (syariat/aturan/hukum/fiqih yg mengikat tubuhnya) dan juga aspek perjalanan batin manusia menuju kebersatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Memahami dari aspek lahir saja, tidak akan mampu memberikan kedalaman pengalaman batin manusia. Sebaliknya, agama yg di pahami dari sisi batin saja, biasanya cenderung mengabaikan aturan dan hukum kemasyarakatan sehingga bisa jadi di anggap sesat oleh masyarakat.

Yang ideal memang memahami agama sebagai jalan yg lapang menuju Tuhan secara sempurna dengan tidak mengabaikan salah satu aspek, apakah itu aspek lahir maupun aspek batin. Bila aspek lahir dipelajari dalam disiplin ilmu syariat/fiqih/hukum serta ilmu logika/mantiq dan lainnya. Maka aspek batiniah digeluti dengan pendekatan ilmu tasawuf. Bila kita belajar ilmu tasawuf, maka tidak bisa tidak kita akan mempelajari sejarah tasawuf dari masa ke masa riwayat hidup para sufi dan istilah-istilah ruhaniah manusia.

Tidak mudah untk belajar tasawuf. Berbeda dengan belajar syariat/fiqih/hukum maupun filsafat yg dasarnya adlh olah pikir atau logika, maka tasawuf dasarnya adlh olah rasa untuk menyelami sesuatu yg metafisis dan abstrak. Kita tidak mampu menggali kedalaman samudera tasawuf jika tidak menyelami sendiri dimensi-dimensi batiniah manusia.

Tasawuf bukanlah ilmu yg teoritis, melainkan praktek (ngelmu).... Bisa dengan dzikir sejuta kali di mulut, bisa juga dengan dzikir semilyar kali di batin, siang malam tanpa henti.... Ini tidak lain untk menghancurkan kerak-kerak hati yg lalai dan kemudian di gelontor dengan puji-pujian kepada-Nya dan seterusnya.... Ini hanya satu latihan ruhani yg harus di lakoni pejalan mistik saja, substansinya justru bukan dzikir atau mengingat-Nya saja. Melainkan bagaimana setelah mengingat-Nya, dan mendapatkan kesaksian akan kebenaran absolut-Nya, seseorang itu kemudian mampu berbuat sesuatu dengan iradat-Nya !!!

Demensi batiniah manusia bisa diketahui dari bagaimana seseorang itu menempuh jalan spiritual yg melewati melalui berbagai tahapan (maqom). Dalam setiap tahapan, seseorang akan mengalami keadaan ruhani tertentu, sebelum akhirnya penglihatan batinnya terbuka terang benderang yg dalam khasanah tasawuf di sebut makrifat secara mendalam tanpa keraguan.

RASA BATIN yg sering di sebut dalam tasawuf ialah : - tahap pertama WAJID (EKSTASE seperti MUSA AS), selanjutnya - DZAUQ (RASA MENDALAM terhadap kehadiran-Nya), - kemudian SUKUR (KEGAIRAHAN MISTIS untk bermesraan dengan-Nya), - berlanjut ke perasaan FANA atau menghilangnya diri yg benda lahir, - BAKA (kekekalan di dalam Dzat-Nya) kamu - FAKIR.

Apa itu FAKIR ? Yaitu adlh keadaan ruhani dimana pejalan spiritual menyadari bahwa manusia sebenarnya tidak memiliki apa-apa, kecuali dimiliki-Nya. Seorang fakir tidak memiliki kemelekatan lagi kepada segala sesuatu kecuali Tuhan. Ia bebas dari kungkungan diri jasmani dan kebendaan. Namun demikian, dia tetap tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai khalifah di muka bumi. Inilah esensi Tauhid : yaitu Tiada Tuhan Selain Allah.

Kita bisa memahami bagaimana hakikat kefakiran itu dari apa yg disampaikan para pejalan spiritual. Sekarang, marilah kita sedikit membuka berbagai karya para pejalan spiritual yg disebut Suluk yaitu satu jenis hasil olah rasa berbentuk prosa atau puisi yg di buat kaum mistikus Jawa, yg berisi pengalaman perjalanan ruhani saat bercinta dengan Dzat-Nya.

Karya Sunan Bonang yg penting untk menggali bagaimana keadaan atau suasana kesadaran tertinggi kaum sufi yaitu SULUK GENTUR. Gentur berarti teguh dan giat, yaitu sebuah bentuk aktivitas ruhaniah yg paling sempurna. Di suluk itu di gambarkan bahwa seorang penempuh jalan tasawuf harus melaksanakan SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini berupa KESAKSIAN DALAM DIAM, TANPA BICARA. NAMUN BATINNYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA EKSISTENSI DIRINYA ADA KARENA ADANYA.

Permisalan yg mudah adlh persenyawaan antara 2 dzat. Salah satu dzat tidak akan otomatis hilang, namun masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana kawulo tetap kawulo dan Gusti tetap Gusti. Yang lenyap dalam persenyawaan 2 dzat itu hanyalah kesadaran sang kawulo akan keberadaannya yg TIDAK ADA.

Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga mengatakan bahwa pencapaian tertinggi seseorang ialah keadaan dapat MERASAKAN DALAM BATINNYA kebenaran hakiki sebagaimana dalam kitab suci : "SEGALA SESUATU BINASA KECUALI WAJAH-NYA."

Bonang dalam suluknya ini berpesan bahwa, Hati yg merupakan "RUMAH/DALEM/AKU-NYA TUHAN."
Kehadiran-Nya bisa dirasakan bila hati itu ikhlas, nrimo dan sumarah. Di dalam hati yg seperti itu, antara kawulo dan Gusti lenyap. Yang terasa adlh kesadaran bahwa sejatinya manusia (obyek) selalu di awasi oleh Tuhan (subyek), yg menyebabkan dia tidak lalai sedetikpun kepada-Nya.

Dan terakhir,... Bonang berpesan : "Pencapaian sempurna bagaikan orang yg sedang tidur dengan seorang perempuan, kala bercinta. Mereka karam dalam asyik, terlena hanyut dalam berahi... Anakku, terimalah dan pahami dengan baik. Ilmu ini memang sukar di cerna...

Ilmu Sejati Menurut Syekh Siti Jenar

"Sajati jatining ngelmu
Lungguhe cipta pribadi
Pustining pangestinira
Gineleng dadya sawiji
Wijahing ngelmu dyatmika
Neng kahanan ening - ening "

Hakikat ilmu yg sejati
Letaknya pada cipta pribadi
Maksud dan tujuannya
Disatukan adanya
Lahirnya ilmu unggul
Dalam keadaan hening seheningnya

~ "Serat Siti Jenar"

Ilmu tidak hanya pengetahuan yg telah di proses dengan metode, sitematisasi, obyek dan lain-lain...melainkan lebih luas. Meliputi wilayah ilmu sebagai teori dan juga praktik sebagai sarana untuk manembah ke diri pribadi yg merupakan pengejawantahan DIRI-NYA Gusti ingkang Akaryo Jagad.

SYEKH ST JENAR juga menghayati ilmu seperti pemahaman ini. Terwujudnya ilmu/ngelmu karena ada usaha dan aspek tindakan nyata dari teori. (Ngelmu iku kalakone kanthi laku). Untk mendapatkan ngelmu, St Jenar mensyaratkan adanya perjuangan yg berat, sungguh-sungguh, teliti dan sabar. Bahkan ada syarat khusus yaitu pelaku ngelmu tersebut harus memperhatikan hawa nafsunya. Ilmu yg di cari oleh St Jenar adlh ilmu sejati, yaitu ilmu yg harus di hayati dan memberikan kemanfaatan hidup di dunia dan di akhirat. Jadi ilmu harus memiliki dimensi pragmatis/kemanfaatan/kegunaan yg besar.

Teori itu penting namun lebih penting lagi adlh mampu mempraktekkan ilmu tersebut untuk kemanfaatan sesama makhluk Tuhan. Syekh St Jenar membimbing orang untk mampu mengetahui ilmu dari Gusti yang Maha Tunggal dengan mengetahui kenyataan ini adlh sebuah perwujudan kodrat-Nya. Siapa yg mampu memiliki ilmu ini ? Tidak lain pribadi yg tahu, paham dan mempraktekkan kodrat, iradat dan ilmunya.

Ilmu yg sebenarnya/ilmu sejati menurut St Jenar berada di dalam cipta pribadi. Ide dan kreasi yg lahir dari dalam diri sendiri. Yang adanya di dalam diri yg paling dalam. Biasanya, kita mengetahui sesuatu itu berasal dari luar, melalui indera/pengalaman indera dan melalui pengajaran-pengajaran dari orang lain/guru/dosen. Namun, kata St Jenar, ilmu SEJATI yg memberi pengajaran adlh DIRI SEJATI. Diri Sejati itu berada di dalam lapisan diri yg paling dalam. Maka, pengetahuan tentang ilmu sejati, menurut St Jenar, hanya bisa di temukan melalui ketajaman batin yg sumbernya dari hening dan sepinya diri. Sebab ilmu sejati memang adanya di kedalaman kesadaran manusia yg paling dalam.

Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus sepi ing pamrih rame ing gawe dari nafsu dan ego pribadi apapun juga. Batin benar-benar menyatu dalam irama keheningan samadi. Hati dan pikiran tertuju pada fokus : Hu Allah ! Itu saja, sehingga tidak ada konflik batin karena semuanya hakikatnya SATU. Susah-senang, baik-buruk, benar-salah, hitam-putih semuanya sumbernya satu dan tidak saling mengalahkan. Semuanya bisa diresapi dalam diamnya pribadi kita untuk selalu menyatu dengan pribadi-Nya. Sedulur papat limo pancer. Empat saudara yaitu ketuban, ari-ari, tali pusat dan darah yg menyertai kelahiran bayi ke alam dunia. Keempat saudara itu secara simbolik akan mati dan bersifat sementara, tinggal Pancernya - Ruh - Pribadi yg hidup. Pancer yg berupa ruh itulah DIRI PRIBADI MANUSIA.

Manusia sejati, menurut St Jenar, harus mengetahui GURU SEJATI-nya, Guru Sejati itu semacam intuisi/indra keenam hasil olahan dari RASA yg sangat dalam. GURU SEJATI adlh RUH yg memperkuat Sukma Sejati/sang pribadi dalam hidup ini.
Sementara Sukma Sejati adlh tempat atau wadah bagi dunungnya SANG PRIBADI. Ilmu-ilmu tentang yg demikian itulah oleh St Jenar di katakan sebagai ILMU SEJATI.

Tata Cara Ngelmu Sangkan Paran

"Ingsun tojalining Dzat kang Maha Suci, kang murba amasesa, kang kuwasa angandika Kun Fayakun mandi sakucap ingsun, dadi sakciptaningsun, katurutan sakarsaningsun, kasembadan saksedyaningsun karana saka kodratingsun. Ingsun Dzating manungsa sejati, saiki eling besuk ya eling. Saningmaya araning Muhammad, Sirkumaya araningsun, Sir Dzat dadi sak sirku, yaiku sejatining manungso, urip tan kena ing pati, langgeng tan keno owah gingsir ing kahanan jati. Ingsun mertobat lan nelangsa marang Dzat ingsun dewe, regede badaningsun, gorohe atiningsun, laline uripingsun, salahe penggaweningsun, ing salawas lawase dosaningsun kabeh sampurna saka kodratingsun."

"Ilmu iku kalakone kanthi laku" : ilmu itu terlaksana karena di lakukan di dalam perbuatan yg nyata. Dalam konteks khasanah Jawa, kata "ngelmu" menunjukkan pada ajaran hidup menuju kesempurnaan diri pribadi. Ajaran itu teori dan teori tidak akan membawa manfaat apa-apa bila tidak di praktekkan dalam hidup sehari-hari.

Di dalam sebuah ajaran ada perintah dan larangannya. Tujuan perintah larangan adlh untk mendisiplinkan diri agar diri yg sebelumnya "liar" menjadi "jinak", diri yg sebelumnya memperturutkan keinginan "diri"/ego/keakuan menjadi diri yg bisa menurut dengan diri-Nya/Ego-Nya.

Ruh yg merupakan "manusia sejati" dan "sejatinya manusia" itu, sebelum ada di dunia telah merancang dirinya sendiri dengan menulis di buku kitabnya masing-masing. Tuhanpun menekankan bahwa yg berlaku nanti di bumi adlh hukum sebab akibat. Hukum karma, sunatullah atau di sebut juga dengan hukum alam.

Keberhasilan dan kesuksesan adlh akibat dari sebuah sebab. Sebab keberhasilan/kesuksesan adlh kerja keras. Untk bekerja keras butuh motivasi kerja yg tinggi dan niat yg teguh. Tubuh/Raga yg rajin bergerak mencari rezeki yg halal, asalnya adlh jiwa/batin yg tenang, nyaman dan bahagia.

Di dalam khasanah kejawen, dalam buku "Cipta Brata Manunggal" karangan Ki Brotokesawa disebutkan laku yg perlu di jalani :
1. Sabar, tawakal, tekun dan nrimo.
2. Jaga kebersihan lahir batin.
3. Olah raga.
4. Olah nafas.
5. Berpakaian yg pantas dan bersih.
6. Olah cipta, banyak membaca dan menggali ilmu pengetahuan.
7. Bekerja rajin.
8. Sore hari belajar untk tambahan pengetahuan.
9. Makan teratur dan higienis.
10. Minum air putih dingin pagi, siang, malam.
11. Istirahat selama 6 atau 8 jam sehari semalam.
12. Perasaan dan pikiran terarah.
13. Tidak terlalu banyak bicara.
Tidak bicara kotor dan berbicara seperlunya. Bila akan tidur hendaklah instropeksi diri sambil berdoa sebagaimana yg tertera di kalimat pembuka.

Dalam buku "Cipta Brata Manunggal" juga di paparkan proses tingkat-tingkat manembah/sembah kepada Gusti. Berikut tingkatan itu :

A. SEMBAH RAGA, yaitu tapaning badan jasad kita. Tubuh, jasad bergerak atas perintah batin. Batin di perintah oleh 2 unsur, baik (nur Ilahiah) dan buruk (nar Iblis). Agar tubuh disiplin, terarah dan terkendali maka perlu di latih. Tingkatnya adlh syariat. Tubuh tetap melakukan disiplin ibadah.

B. SEMBAHING CIPTA, di Islam dinamai Tarekat, sembahyang hati yg luhur. Untk mencapai hati luhur perlu kesadaran nalar (logika). Diperlukan olah nalar yg bagus sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Tujuan sembah cipta adlh mengerti akan "kasunyatan". Ilmu pengetahuan harus di kuasai agar memiliki perbandingan baik dan buruk. Kebijaksanaan akan lahir bila kita mampu menekan dan mengendalikan hawa nafsu. Memahami Ilmu Ketuhanan di perlukan syarat berupa cipta yg bersih dari hawa nafsu dan olah nalar yg mumpuni. Ilmu Ketuhanan adalh ilmu yg "sangat halus" yg bisa di tangkap dengan kegigihan memperhalus batin dan mentaati prinsip-prinsip berpikir yg lurus.

Tujuan dari sembah cipta itu mengendalikan 2 macam sifat :
Angkara (yg menimbulkan watak adigang, adigung, adiguna, kumingsun dan sebagainya) dan watak keinginan menguasai akan kepunyaan orang lain (kemelikan jw). Cipta yg bersih yaitu kalau sudah bisa mengendalikan angkara murka. Tandanya bila cipta sudah "manembah", yaitu waspada terhadap bisikan jiwa.

Jadi sembah itu intinya melatih cara kerja cipta, dengan cara Tata, Titi, Ngati ati, Telaten dan Atul. Atul adlh pembiasaan diri agar mendarah daging menjadi kebiasaan dan watak yg akhirnya terbiasa mengetahui sejatinya penglihatan (sejatine tingal) yaitu Pramana, bisa dikatakan sampai kepada jalan sejati yaitu penglihatan pramana (tingal pramana).

Tanda sudah sempurna sembah cipta adlh berada di dalam kondisi kejiwaan sepi dari pamrih apapun. Seperti tidak ingat apapun itu pertanda sudah sampai batas, yaitu batas antara tipuan dan kenyataan (kacidran lan kasunyatan jw). Jadi sudah ganti jaman, dari jaman tipuan menjadi jaman kenyataan.

Rasa badan ketiga (saka penggorohan maring kasunyatan Rasaning badan tetelu), wadag astral dan mental tadi seketika tidak bekerja. Disitulah lupa, tetapi masih di kuati oleh kesadaran jiwa (elinging jiwa), dan waktu itu menjadi eneng, ening, dan eling.
Artinya Eneng : diamnya raga, Ening : heningnya cipta, Eling : ingatnya budi rasa yg sejati.

C. SEMBAH JIWA, di Islam dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa melaksanakan sembah cipta baru bisa melaksanakan sembah jiwa. Artinya : rasakan dengan menggunakan rasa "kasukman" yg bisa ditemui dalam eneng, ening dan eling tadi. Tandanya adlh semua sembah, panembah batin yg tulus tidak tercampuri ole rasa lahir sama sekali.

Bila sudah melihat cahaya yg terang tanpa bisa di bayangkan tetapi tidak silau, pertanda telah sampai kepada kekuasaan "kasunyatan" (kesejatian), yg juga disebut Nur Muhammad, yaitu tiada lain Cahaya Pramana sendiri, karena dinamai pramana kerena cahayanya yg saling bertautan dengan rasa sejati dan budi, di situ rasa jati dan budi akan berkuasa (jumeneng), sudah sampai kepada kebijaksanaan. Artinya kebijaksanaan merasa sampai mengerti yg melakukan semadi tadi, saling berkaitan tak terpisahkan dengan cahaya yg terang benderang yg tidak bisa di bayangkan.

D. SEMBAH RASA, di Islam dinamai makrifat.
Sembah Rasa itu adlh mengalami Rasa Sejati. Inilah rasa manusia yg paling halus, tempat semua rasa dan perasaan dan bisa merasakan perlunya menjadi manusia yg berbudi luhur dan menyadari bahwa dia adlh pribadi yg merupakan wakil-Nya. Bahkan pada tahap akhir pemahaman makrifat, dia akan "menjadi" Tuhan itu sendiri (Gusti amor ing kawulo). Rasa hidup adalh rasa Tuhan, rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu tanpa batas dengan rasa semua ciptaan-Nya. Tanda bila sudah mencapai kasunyatan, sudah hilang ilah-ilah yg lain hingga sampai mencapai TAUHID MURNI.

HIKMAH & WIRID

1. Pengertian Wirid dan manfaat merutinkannya.
Wiridan (wirid : bahasa Arab), adalah kata yg biasa di ucapkan dan telah menyatu dalam bahasa masyarakat kita khususnya kalangan santri di pondok-pondok pesantren. Asal katanya "warada" artinya hadir, datang, sampai (Mukhtar - Ashshahah, Muhammad Abu Bakar Ar Razi). Kemudian secara terminologi menjadi istilah untuk berzikir dan berdoa sesuai dengan "aurad" (jamak dari kata wirid) yg datang dari Nabi SAW, para sahabat, maupun para ulama "waratsatul anbiya/wali."

Istilah lainnya adalah "Istighatsah" artinya memohon pertolongan kepada Allah secara langsung pada saat terjepit. Kata "wirid" dalam Alqur'an sebagai berikut :

1. QS.28 Al-Qashash : 23
Wa lamma warada ma'a Madyana wajada 'alaihi ummatam minan-nasi yasquna wa wajada min dunihimum-ra'ataini tazudan, qala ma khatbukuma, qalata la nasqi hatta yusdirar-ri'a u wa abuna syaikhun kabir.

"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yg sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yg sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata : "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab : "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya) sedang bapak kami adalah orang tua yg telah lanjut umurnya."

2. QS.12 Yusuf : 19
Wa ja'at sayyaratun fa arsalu waridahum fa adla dalwah, qala ya busyra haza gulam, wa asarruhu bida'ah, wallahu 'alimun bima ya'malun.

"Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata : "Oh; kabar gembira, ini seorang anak muda !" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yg mereka kerjakan."

3. QS.50 Qaaf : 16
Wa laqad khalaqnal-insana wa na'lamu ma tuwaswisu bihi nafsuh, wa nahnu aqrabu ilaihi min habli-warid.

"Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yg di bisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya."

4. QS.55 Ar-Rahman : 37
Fa izansyaqqatis-sama'u fa kanat waidatan kad-dihan.

"Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak."

Dengan demikian amalan wirid diharapkan menjadi pengantar kesegaran ruhani dan bagian erat keseharian kita dan masyarakat, untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan, keberuntungan, ketentraman, kedamaian, tercukupi segala kebutuhan dan terpenuhi keinginan yg di maksud dalam berbagai aktivitas mencapai ridha Allah SWT. Bahkan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali telah mengatur wirid-wirid tertentu dalam kitab Bidayatul Hidayah. Para syekhul islam banyak menyusun kitab-kitab wirid dikarenakan banyaknya keberkahan keuntungan yg di dapat dari aktivitas ini. Ayat-ayat Alqur'an yg menunjukkan kepada masalah tersebut antara lain firman-firman Allah Ta'ala :

"Dan engkau bacalah apa yg telah di wahyukan kepadamu dari kitab Tuhanmu, tidak ada perobah yg dapat merobah kalimat-kalimatnya, dan engkau tidak akan menemukan selain dariNya tempat bersandar dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yg berdoa kepada Tuhannya di pagi dan petang demi mendambakan keridhaanNya dan janganlah engkau memalingkan perhatianmu dari mereka karena menginginkan perhiasan duniawi dan janganlah engkau patahi orang yg kami lupakan hatinya dari mengingat kami dan dia senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan adapun tindakannya berlebih-lebihan."

Pada dasarnya wirid berhubungan erat dengan kemaslahatan hidup. Dengan terus menerus menjaga hubungan kita dengan san Pencipta, kita akan berada terus dalam pengawasan-Nya. Aktivitas wirid adalah sarat dengan permohonan dan doa. Dalam Islam sangat ditekankan sekali agar seorang muslim selalu berdoa. Seorang yg mendapat ridho dan rahmat-Nya niscaya akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kebahagiaan itu tidak mesti berbentuk harta yg melimpah, karena bisa saja berupa yg lain, seperti anak-anak yg cerdas, istri yg sholihah, di sukai tetangga, hidup yg sehat jauh dari penyakit, pekerjaan lancar dan lain sebagainya. Tapi mesti di akui kita tidak bisa melepaskan dan mengingkari kemanusiaan kita yg memiliki nafsu termasuk nafsu duniawi. Selama yg kita minta tidak bertentangan dengan agama, yg masih dalam jangkauan Ridho dan Rahmat Allah SWT, maka hal itu tidak menjadi masalah. Yang terpenting adalah niat kita. Niat yg benar niscaya akan mendatangkan keberkahan.

Lalu wirid yg terbaik adalah membaca Alqur'an "Barang siapa ingin berdialog dengan Allah, maka bacalah Alqur'an," begitu sabda Rasulullah SAW. Dialog dengan Allah adalah wirid yg paling indah. Setelah itu kalimat Thayyibah seperti La Ilaha Illallah. Allah menjaminkan surga bagi siapa pembaca kalimat itu. Lainnya dalah Istighfar, Shalawat, Tahmid, Tasbih, Asma al-Husna, do'a ma'tsur dari Rasulullah.

2. Rahasia waktu, bilangan bacaan dan huruf

Setiap kali Allah menciptakan sesuatu tentu ada maksud dan rahasia sendiri. Termasuk waktu adalah salah satu rahasia yg tidak dipahami orang-orang awam. Hanya sedikit dari mereka yg bisa memahami ini. Yang sedikit itulah dari para ulama-ulama Hikmah (baca : waliyullah) yg dapat memahami asror di balik penciptaan ini. Ketentuan waktu di baca waktu subuh, asar, maghrib, dan isya memang berhubungan dengan rahasia dalam sholat. Allah SWT mencipatakan jumlah rakaat yg berdoa. Walaupun ada yg sama seperti zhuhur, asar dan isya yaitu empat rakaat. Maghrib tiga rakaat dan shubuh dua rakaat. Jelas kalau kita hubungkan dengan ilmu falaq sangat besar pengaruhnya.

Coba perhatikan, terkadang ijazah wirid sering sekali harus di baca ba'da shubuh dan maghrib, karena kedua waktu itu mempunyai keistimewaan yg berbeda. Sekali lagi, setiap waktu memiliki kelebihan dan keistimewaan. Satu contoh, doa-doa Rasulullah SAW banyak yg terkait dan di baca pada waktu shubuh dan malam hari.
Diantaranya "Allahumma Inni Asbahtu.....

Kalau kita melihat, waktu-waktu mustajabah yg diberikan oleh Allah SWT itu justru pada waktu shubuh, plus nilai tambah pada saat pergantian waktu malam ke siang yg berkhasiat bagi kesehatan. Yaitu sejak matahari memancarkan sinarnya yg merupakan awal hari untuk beraktivitas. Dengan membekali diri untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan mengaplikasi bacaan-bacaan saat shalat shubuh agar menjadi bekal kita hingga sore harinya.

Pada saat pergantian hari itulah kita di hadapkan pada satu kelemahan. Terkadang di sebabkan aktivitas dan lingkungan ikut terpengaruhi ke dalam tubuh, jasmani maupun rohani. Satu kelemahan yg sangat jelas, saat kita membutuhkan penjagaan Allah. Karena itu kita memerlukan bacaan-bacaan tertentu. Bacaan-bacaan yg berbeda tapi memiliki maksud dan tujuan yg sama.

Dan waktu malam adalah saat yg penuh dengan kelalaian. Disinilah seorang harus membekali diri dengan penjagaan Illahiyah. Sudah di maklumi, saat seperti inilah penuh dengan bayang-bayang jerat dari iblis dan sekutu-sekutunya. Orang-orang yg iri dengan hak dan rezeki orang lain akan melancarkan serangan pada waktu malam. Berusaha menghancurkan mereka yg lalai dari perlindungan Allah SWT.

Berusaha melindungi diri dengan memohon penjagaan dari Allah SWT adlh yg terbaik. Tidak hanya untuk diri pribadi, tapi untuk keluarga dan semua yg dikasihi. Memohon penjagaan dan keberkahan dari Allah SWT untk urusan dunia dan akhirat. Disinilah fungsi dan tujuan dari wirid tersebut. Perhatikan ayat berikut ini.

"Dan Dialah yg menjadikan siang dan malam silih berganti untuk siapa yg mengingat Allah atau ingin mensyukurinya."

Sebagian dari ulama mengatakan makna khilafan 'pada ayat tersebut' yg satu mengiringi yg lain.' Dan hal itu adlh untk agar apa yg tak sempat di kerjakan di waktu siang masih dapat dikerjakan (diqhodo'I) pada malamnya, yaitu waktu-waktu untk berzikir dan bersyukur. Juga dengan adanya pergantian siang dan malam maka akan dapat pula di ketahui batasan-batasan waktu, selain beraneka ragam amal-amal ibadah dan amal-amal baik lainnya dapat dikerjakan sesuai dengan waktu-waktunya. Untk masalah itu terdapat pemberitahuan dari Rasulullah SAW, yaitu sabda Beliau,"hamba-hamba yg paling di sukai Allah adlh mereka yg senantiasa memperhatikan matahari dan bulan dan pertukarannya demi untk berzikir pada Allah Ta'ala."

Allah tidak pernah meminta bantuan kepada siapapun, karena Dia Maha Besar dan Maha Agung. Tapi Dia menjadikan sesuatu ada pembantu/penjaganya. Termasuk ayat-ayat atau doa-doa yg diturunkan. Tugas dari penjaga (khodam) ayat atau doa tersebut adalh mendoakan agar si pembaca ayat atau doa itu dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Memang benar, setiap huruf Hijaiyyah memiliki kandungan asrar (rahasia) masing-masing. Yang mengetahui hal tersebut adlh orang yg ahli al-asrar atau ulama tertentu. Ulama-ulama yg memahami ilmu ini biasanya Ulama Ahli Hikmah. Tidak jarang mereka mengetahui makna dan penggunaannya, misalkan huruf Alif Lam Mim, Ha Mim, Alif Lam Ro, Yaa Siin, dan seterusnya.

Ulama-ulama Hikmah yg menemukan formula bacaan suatu wirid dapat mengetahui asror dari bacaan-bacaan tersebut. Dari merekalah kemudian dapat diketahui nilai plus dari suatu bacaan. Hasil penyelidikan metafisis itulah akhirnya kita bisa mengetahui, sbgai contoh kenapa surat At-tholaq ayat 2-3 banyak digunakan untk wirid penarik rezeki ? Atau kenapa jika ayat Qursy di baca 3x dengan menahan nafas pada bagian tertentu berfungsi untk meredam niat jahat seseorang ?

3. Kedudukan wirid dalam agama dan kaitannya dengan ijazah.

Syaikhina Al-Mursyid Habib Lutfi bin Yahya beliau mengatakan untk mereka yg mengambil bacaan wirid tidak langsung dari seorang guru hendaknya sedapat mungkin bersikap bijaksana. Karena bacaan wirid yg termaktub di buku memiliki ijazah yg bersifat 'ammah (umum). Sebab sang mualif memberikannya secara bersama-sama kepada semua umat tanpa melihat kondisi umat secara langsung.

Namun agar ijazah tersebut bisa mengantar kita dalam mencapai peningkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, hendaknya mengikuti apa yg telah di gariskan atau di contohkan oleh Baginda Nabi SAW, sahabat, tabiin, tabiit-tabiin' yg itu tidak terdapat dalam penjabaran ijazah tersebut. Baik itu I'lan atau peringatan, maupun I'bar atau pemberitahuan dari mualif tersebut. Sekalipun ijazah tersebut sudah di berikan secara 'ammah, tetap saja memerlukan seorang guru.

Selanjutnya beliau mengatakan, guru disini berfungsi sebagai penyambung lidah dalam bentuk ijazah 'Ammah. Guru-guru atau Ulama tersebut adlh orang yg tahu persis dosis dan kemampuan orang yg menerima dan mengamalkan muamalah itu. Disinilah penting dan tingginya nilai seorang Guru, khususnya untuk menerapkan ijazah-ijazah yg 'Ammah di dalam kitab/buku tersebut.

Kalau sudah begini, berarti mengamalkan wirid yg di dapat dari buku berarti sia-sia ? Jawabnya "TIDAK"! Karena ada atsar yg mengatakan, "sesungguhnya ilmu dan Hikmah itu adlh milik kaum muslim yg hilang, maka ambillah dimanapun dia berada."
Selanjutnya Habib Lutfi mengatakan, "....Ambil dan teruskan bacaan-bacaan wirid tersebut sebagai satu bentuk nilai ibadah,...selanjutnya sesegera mungkin di mintakan ijazah kepada ulama/guru yg memahami bidang tersebut...." Dalam dunia wirid, ijazah diperlukan dalam rangka menata hati supaya lebih mantap dan untuk mencapai pendekatan yg sempurna kepada Allah SWT.

Perhatikan hadits berikut ini, Rasulullah bersabda :

"Ilmu merupakan perbendaharaan. Kuncinya adlh bertanya, karena itu bertanyalah semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian. Sehubungan dengan masalah ilmu ini, ada 4 kelompok orang yg memperoleh pahala, yaitu orang yg bertanya, orang yg mengajarkan, orang yg mendengarkan, dan orang yg mencintai ketiganya." (H.R. Abu Nuaim dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib KWH).

Bertanya adlh kunci untk memahami rahasia ilmu dan menyingkap keghaiban di dalam hati. Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (Shohibur Rotib), ilmu itu seperti harta benda di rumah yg tidak dapat di ambil kecuali dengan kunci. Begitupun ilmu para ulama dan arifin tidak akan dapat di pelajari dan di ambil manfaatnya, kecuali dengan mengajukan pertanyaan secara jujur dan dengan keinginan yg kuat serta adab yg baik. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa wirid menempati kedudukan yg penting dalam agama dan mempunyai kelebihan tersendiri. As-syaikh Al-Umari, pengarang kitab Bahrul Anwar mengatakan "ketahuilah bahwa yg membuat jiwa dan hati manusia jernih dan murni, sumbernya ialah dia berada di tempat-tempat yg dekat disisi Allah dan tempat bersaksi kepada-Nya. Selain dari itu untuk seseorang bisa sampai ketempat itu dia harus menggunakan sebab-sebab yg dapat menyampaikan kesitu, serta berjalan dengan mengikuti rambu petunjuk yg telah tersedia di jalan kearah tempat itu. Adapun sebab yg harus digunakan dan jalan yg harus dilalui dan rambu yg arahnya harus di ikuti adlh mengerjakan wirid-wirid."

Al-Imam Habib Abdurrahman bin Muhammad Asseqaf mengatakan "Barangsiapa yg tidak mempunyai amalan wirid di setiap harinya, maka tak ubahnya dia seperti seekor binatang kera." Wirid merupakan sebab bersihnya hati. Membuat jiwa jernih dan suci. Yang dapat melepaskan kekotoran-kekotoran yg di akibatkan oleh syahwat yg tadinya menempel dan melekat padanya. Ibarat karat yg menempel pada besi.

Selanjutnya Syaikh Umari mengatakan bahwa Allah dengan hikmah-Nya, di jadikan-Nya di dalam semua bentuk peribadatan yg berlaku terdapat sesuatu untuk pengetuk dan pembuka pintu alam-alam ghaib. Maka barangsiap melaksanakan semua amal ibadahnya dengan memenuhi semua syarat dan adabnya, maka alam ghaib tidak lagi tertutup bagi dirinya. Dengan sebab itulah wirid dapat mengangkat derajat seseorang. Seseorang yg menjaga wiridnya dari hari kehari sama artinya berada dalam penjagaan Allah SWT terus-menerus.

Mengenai memilih wirid dan zikir, sebagian ulama mengatakan sudah seharusnya seseorang memilih untuk dirinya dan menentukan zikir-zikir yg sesuai dengan kemampuannya yg dirasakannya ringan bagi dirinya, karena itu akan membantu untuk merutinkan dan menekuninya, serta akan tetap terpelihara kestabilan semangatnya dan tidak mengalami kejenuhan sehingga dia akan mencapai tujuannya dengan mudah. Ketahuilah bahwa Allah memberikan bantuan-Nya kepada seseorang hamba sebesar kadar niat orang itu sendiri.

Disinilah terjadi peran guru. Guru yg bijaksana akan mengetahui kapasitas batin si murid. Tidak mungkin murid yg punya sifat malas di beri amalan yg panjang dan lama. Begitu juga karakter seseorang akan menentukan jenis wirid yg cocok untuk di baca. Guru yg sempurna ilmunya lahir dan batin, akan membaca pribadi si murid semata-mata untk kebaikan dirinya. Tidak jarang kita mendengar ada ahli wirid yg mengalami 'kegoncangan/gangguan kejiwaan karena berlebihan 'dosis' wiridnya. Biasanya adlh bacaan-bacaan Hizib yg memang sangat riskan sekali di ijazahkan secara 'ammah (umum). Karena doa-doa yg mempunyai dosis besar tidak akan terbuka begitu saja asror/rahasianya sebelum si pengamal di uji terlebih dahulu. Sekali lagi ! Jika kita mendapatkan sebuah bacaan wirid alangkah baik di bawakan kepada ahlinya. Setidaknya hal itu akan membuat kita lebih aman dan mantab dalam pengamalannya. Apalagi jika bacaan itu berbentuk Hizib, yg notabene memang termasuk amalan kelas berat.