Jumat, 01 Juli 2011

Kesaksian Dalam Diam

"Jangan bertanya, jangan memuja nabi dan wali-wali, jangan mengaku Tuhan, jangan mengira tidak ada padahal ada. Sebaiknya diam, jangan sampai di goncang oleh kebingungan.

Kenapa kita disarankan oleh Sunan Bonang untk diam khususnya saat membicarakan soal-soal makrifatullah sebagaimana yg tertera dalam suluk Jebeng ? Sebab, dari pada sesat karena bila belum mengalami sendiri keadaan makrifat, maka yg biasa terjadi adlh saling beradu argumentasi untk nggolek benere dhewe, nggolek menange dhewe padahal kasunyatannya tidak seperti yg di gambarkan masing-masing orang....

Maka, kita diminta untk diam dan suatu saat semoga kita mampu untk menyaksikan sendiri dan membuat kesaksian terhadap eksistensi-Nya yang maha tidak terhingga atau di istilahkan oleh Sunan Bonang sebagai SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini adlh pemberian Tuhan kepada seseorang yg diistimewakannya sehingga ia mampu menyaksikan dirinya bersatu dengan kehendak Tuhan. Marilah kita mencebur lebih dalam hal ini....

Agama dari langit sudah sangat lengkap memadukan aspek lahiriah (syariat/aturan/hukum/fiqih yg mengikat tubuhnya) dan juga aspek perjalanan batin manusia menuju kebersatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Memahami dari aspek lahir saja, tidak akan mampu memberikan kedalaman pengalaman batin manusia. Sebaliknya, agama yg di pahami dari sisi batin saja, biasanya cenderung mengabaikan aturan dan hukum kemasyarakatan sehingga bisa jadi di anggap sesat oleh masyarakat.

Yang ideal memang memahami agama sebagai jalan yg lapang menuju Tuhan secara sempurna dengan tidak mengabaikan salah satu aspek, apakah itu aspek lahir maupun aspek batin. Bila aspek lahir dipelajari dalam disiplin ilmu syariat/fiqih/hukum serta ilmu logika/mantiq dan lainnya. Maka aspek batiniah digeluti dengan pendekatan ilmu tasawuf. Bila kita belajar ilmu tasawuf, maka tidak bisa tidak kita akan mempelajari sejarah tasawuf dari masa ke masa riwayat hidup para sufi dan istilah-istilah ruhaniah manusia.

Tidak mudah untk belajar tasawuf. Berbeda dengan belajar syariat/fiqih/hukum maupun filsafat yg dasarnya adlh olah pikir atau logika, maka tasawuf dasarnya adlh olah rasa untuk menyelami sesuatu yg metafisis dan abstrak. Kita tidak mampu menggali kedalaman samudera tasawuf jika tidak menyelami sendiri dimensi-dimensi batiniah manusia.

Tasawuf bukanlah ilmu yg teoritis, melainkan praktek (ngelmu).... Bisa dengan dzikir sejuta kali di mulut, bisa juga dengan dzikir semilyar kali di batin, siang malam tanpa henti.... Ini tidak lain untk menghancurkan kerak-kerak hati yg lalai dan kemudian di gelontor dengan puji-pujian kepada-Nya dan seterusnya.... Ini hanya satu latihan ruhani yg harus di lakoni pejalan mistik saja, substansinya justru bukan dzikir atau mengingat-Nya saja. Melainkan bagaimana setelah mengingat-Nya, dan mendapatkan kesaksian akan kebenaran absolut-Nya, seseorang itu kemudian mampu berbuat sesuatu dengan iradat-Nya !!!

Demensi batiniah manusia bisa diketahui dari bagaimana seseorang itu menempuh jalan spiritual yg melewati melalui berbagai tahapan (maqom). Dalam setiap tahapan, seseorang akan mengalami keadaan ruhani tertentu, sebelum akhirnya penglihatan batinnya terbuka terang benderang yg dalam khasanah tasawuf di sebut makrifat secara mendalam tanpa keraguan.

RASA BATIN yg sering di sebut dalam tasawuf ialah : - tahap pertama WAJID (EKSTASE seperti MUSA AS), selanjutnya - DZAUQ (RASA MENDALAM terhadap kehadiran-Nya), - kemudian SUKUR (KEGAIRAHAN MISTIS untk bermesraan dengan-Nya), - berlanjut ke perasaan FANA atau menghilangnya diri yg benda lahir, - BAKA (kekekalan di dalam Dzat-Nya) kamu - FAKIR.

Apa itu FAKIR ? Yaitu adlh keadaan ruhani dimana pejalan spiritual menyadari bahwa manusia sebenarnya tidak memiliki apa-apa, kecuali dimiliki-Nya. Seorang fakir tidak memiliki kemelekatan lagi kepada segala sesuatu kecuali Tuhan. Ia bebas dari kungkungan diri jasmani dan kebendaan. Namun demikian, dia tetap tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai khalifah di muka bumi. Inilah esensi Tauhid : yaitu Tiada Tuhan Selain Allah.

Kita bisa memahami bagaimana hakikat kefakiran itu dari apa yg disampaikan para pejalan spiritual. Sekarang, marilah kita sedikit membuka berbagai karya para pejalan spiritual yg disebut Suluk yaitu satu jenis hasil olah rasa berbentuk prosa atau puisi yg di buat kaum mistikus Jawa, yg berisi pengalaman perjalanan ruhani saat bercinta dengan Dzat-Nya.

Karya Sunan Bonang yg penting untk menggali bagaimana keadaan atau suasana kesadaran tertinggi kaum sufi yaitu SULUK GENTUR. Gentur berarti teguh dan giat, yaitu sebuah bentuk aktivitas ruhaniah yg paling sempurna. Di suluk itu di gambarkan bahwa seorang penempuh jalan tasawuf harus melaksanakan SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini berupa KESAKSIAN DALAM DIAM, TANPA BICARA. NAMUN BATINNYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA EKSISTENSI DIRINYA ADA KARENA ADANYA.

Permisalan yg mudah adlh persenyawaan antara 2 dzat. Salah satu dzat tidak akan otomatis hilang, namun masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana kawulo tetap kawulo dan Gusti tetap Gusti. Yang lenyap dalam persenyawaan 2 dzat itu hanyalah kesadaran sang kawulo akan keberadaannya yg TIDAK ADA.

Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga mengatakan bahwa pencapaian tertinggi seseorang ialah keadaan dapat MERASAKAN DALAM BATINNYA kebenaran hakiki sebagaimana dalam kitab suci : "SEGALA SESUATU BINASA KECUALI WAJAH-NYA."

Bonang dalam suluknya ini berpesan bahwa, Hati yg merupakan "RUMAH/DALEM/AKU-NYA TUHAN."
Kehadiran-Nya bisa dirasakan bila hati itu ikhlas, nrimo dan sumarah. Di dalam hati yg seperti itu, antara kawulo dan Gusti lenyap. Yang terasa adlh kesadaran bahwa sejatinya manusia (obyek) selalu di awasi oleh Tuhan (subyek), yg menyebabkan dia tidak lalai sedetikpun kepada-Nya.

Dan terakhir,... Bonang berpesan : "Pencapaian sempurna bagaikan orang yg sedang tidur dengan seorang perempuan, kala bercinta. Mereka karam dalam asyik, terlena hanyut dalam berahi... Anakku, terimalah dan pahami dengan baik. Ilmu ini memang sukar di cerna...

Tidak ada komentar: