Jumat, 01 Juli 2011

Tata Cara Ngelmu Sangkan Paran

"Ingsun tojalining Dzat kang Maha Suci, kang murba amasesa, kang kuwasa angandika Kun Fayakun mandi sakucap ingsun, dadi sakciptaningsun, katurutan sakarsaningsun, kasembadan saksedyaningsun karana saka kodratingsun. Ingsun Dzating manungsa sejati, saiki eling besuk ya eling. Saningmaya araning Muhammad, Sirkumaya araningsun, Sir Dzat dadi sak sirku, yaiku sejatining manungso, urip tan kena ing pati, langgeng tan keno owah gingsir ing kahanan jati. Ingsun mertobat lan nelangsa marang Dzat ingsun dewe, regede badaningsun, gorohe atiningsun, laline uripingsun, salahe penggaweningsun, ing salawas lawase dosaningsun kabeh sampurna saka kodratingsun."

"Ilmu iku kalakone kanthi laku" : ilmu itu terlaksana karena di lakukan di dalam perbuatan yg nyata. Dalam konteks khasanah Jawa, kata "ngelmu" menunjukkan pada ajaran hidup menuju kesempurnaan diri pribadi. Ajaran itu teori dan teori tidak akan membawa manfaat apa-apa bila tidak di praktekkan dalam hidup sehari-hari.

Di dalam sebuah ajaran ada perintah dan larangannya. Tujuan perintah larangan adlh untk mendisiplinkan diri agar diri yg sebelumnya "liar" menjadi "jinak", diri yg sebelumnya memperturutkan keinginan "diri"/ego/keakuan menjadi diri yg bisa menurut dengan diri-Nya/Ego-Nya.

Ruh yg merupakan "manusia sejati" dan "sejatinya manusia" itu, sebelum ada di dunia telah merancang dirinya sendiri dengan menulis di buku kitabnya masing-masing. Tuhanpun menekankan bahwa yg berlaku nanti di bumi adlh hukum sebab akibat. Hukum karma, sunatullah atau di sebut juga dengan hukum alam.

Keberhasilan dan kesuksesan adlh akibat dari sebuah sebab. Sebab keberhasilan/kesuksesan adlh kerja keras. Untk bekerja keras butuh motivasi kerja yg tinggi dan niat yg teguh. Tubuh/Raga yg rajin bergerak mencari rezeki yg halal, asalnya adlh jiwa/batin yg tenang, nyaman dan bahagia.

Di dalam khasanah kejawen, dalam buku "Cipta Brata Manunggal" karangan Ki Brotokesawa disebutkan laku yg perlu di jalani :
1. Sabar, tawakal, tekun dan nrimo.
2. Jaga kebersihan lahir batin.
3. Olah raga.
4. Olah nafas.
5. Berpakaian yg pantas dan bersih.
6. Olah cipta, banyak membaca dan menggali ilmu pengetahuan.
7. Bekerja rajin.
8. Sore hari belajar untk tambahan pengetahuan.
9. Makan teratur dan higienis.
10. Minum air putih dingin pagi, siang, malam.
11. Istirahat selama 6 atau 8 jam sehari semalam.
12. Perasaan dan pikiran terarah.
13. Tidak terlalu banyak bicara.
Tidak bicara kotor dan berbicara seperlunya. Bila akan tidur hendaklah instropeksi diri sambil berdoa sebagaimana yg tertera di kalimat pembuka.

Dalam buku "Cipta Brata Manunggal" juga di paparkan proses tingkat-tingkat manembah/sembah kepada Gusti. Berikut tingkatan itu :

A. SEMBAH RAGA, yaitu tapaning badan jasad kita. Tubuh, jasad bergerak atas perintah batin. Batin di perintah oleh 2 unsur, baik (nur Ilahiah) dan buruk (nar Iblis). Agar tubuh disiplin, terarah dan terkendali maka perlu di latih. Tingkatnya adlh syariat. Tubuh tetap melakukan disiplin ibadah.

B. SEMBAHING CIPTA, di Islam dinamai Tarekat, sembahyang hati yg luhur. Untk mencapai hati luhur perlu kesadaran nalar (logika). Diperlukan olah nalar yg bagus sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Tujuan sembah cipta adlh mengerti akan "kasunyatan". Ilmu pengetahuan harus di kuasai agar memiliki perbandingan baik dan buruk. Kebijaksanaan akan lahir bila kita mampu menekan dan mengendalikan hawa nafsu. Memahami Ilmu Ketuhanan di perlukan syarat berupa cipta yg bersih dari hawa nafsu dan olah nalar yg mumpuni. Ilmu Ketuhanan adalh ilmu yg "sangat halus" yg bisa di tangkap dengan kegigihan memperhalus batin dan mentaati prinsip-prinsip berpikir yg lurus.

Tujuan dari sembah cipta itu mengendalikan 2 macam sifat :
Angkara (yg menimbulkan watak adigang, adigung, adiguna, kumingsun dan sebagainya) dan watak keinginan menguasai akan kepunyaan orang lain (kemelikan jw). Cipta yg bersih yaitu kalau sudah bisa mengendalikan angkara murka. Tandanya bila cipta sudah "manembah", yaitu waspada terhadap bisikan jiwa.

Jadi sembah itu intinya melatih cara kerja cipta, dengan cara Tata, Titi, Ngati ati, Telaten dan Atul. Atul adlh pembiasaan diri agar mendarah daging menjadi kebiasaan dan watak yg akhirnya terbiasa mengetahui sejatinya penglihatan (sejatine tingal) yaitu Pramana, bisa dikatakan sampai kepada jalan sejati yaitu penglihatan pramana (tingal pramana).

Tanda sudah sempurna sembah cipta adlh berada di dalam kondisi kejiwaan sepi dari pamrih apapun. Seperti tidak ingat apapun itu pertanda sudah sampai batas, yaitu batas antara tipuan dan kenyataan (kacidran lan kasunyatan jw). Jadi sudah ganti jaman, dari jaman tipuan menjadi jaman kenyataan.

Rasa badan ketiga (saka penggorohan maring kasunyatan Rasaning badan tetelu), wadag astral dan mental tadi seketika tidak bekerja. Disitulah lupa, tetapi masih di kuati oleh kesadaran jiwa (elinging jiwa), dan waktu itu menjadi eneng, ening, dan eling.
Artinya Eneng : diamnya raga, Ening : heningnya cipta, Eling : ingatnya budi rasa yg sejati.

C. SEMBAH JIWA, di Islam dinamai Hakekat. Kalau sudah bisa melaksanakan sembah cipta baru bisa melaksanakan sembah jiwa. Artinya : rasakan dengan menggunakan rasa "kasukman" yg bisa ditemui dalam eneng, ening dan eling tadi. Tandanya adlh semua sembah, panembah batin yg tulus tidak tercampuri ole rasa lahir sama sekali.

Bila sudah melihat cahaya yg terang tanpa bisa di bayangkan tetapi tidak silau, pertanda telah sampai kepada kekuasaan "kasunyatan" (kesejatian), yg juga disebut Nur Muhammad, yaitu tiada lain Cahaya Pramana sendiri, karena dinamai pramana kerena cahayanya yg saling bertautan dengan rasa sejati dan budi, di situ rasa jati dan budi akan berkuasa (jumeneng), sudah sampai kepada kebijaksanaan. Artinya kebijaksanaan merasa sampai mengerti yg melakukan semadi tadi, saling berkaitan tak terpisahkan dengan cahaya yg terang benderang yg tidak bisa di bayangkan.

D. SEMBAH RASA, di Islam dinamai makrifat.
Sembah Rasa itu adlh mengalami Rasa Sejati. Inilah rasa manusia yg paling halus, tempat semua rasa dan perasaan dan bisa merasakan perlunya menjadi manusia yg berbudi luhur dan menyadari bahwa dia adlh pribadi yg merupakan wakil-Nya. Bahkan pada tahap akhir pemahaman makrifat, dia akan "menjadi" Tuhan itu sendiri (Gusti amor ing kawulo). Rasa hidup adalh rasa Tuhan, rasa Ada, ya diri pribadi, bersatu tanpa batas dengan rasa semua ciptaan-Nya. Tanda bila sudah mencapai kasunyatan, sudah hilang ilah-ilah yg lain hingga sampai mencapai TAUHID MURNI.

Tidak ada komentar: